
Teluk Kuantan, lintasmelayu.com – "Tanah dan sungai adalah titipan leluhur, bukan milik pribadi." Petuah Melayu ini digaungkan Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid dalam apel gelar pasukan Operasi PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) 2025 di Teluk Kuantan, Kuantan Singingi, Kamis (31/7/2025). Ia menekankan bahwa penambangan ilegal bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi ancaman serius bagi lingkungan, sosial, dan ekonomi Riau.
Penambangan ilegal telah mencemari sungai-sungai yang dulunya sumber kehidupan dan menggunduli hutan-hutan yang asri. Maka dari itu, Wahid menegaskan penanganan PETI harus terstruktur dan terukur.
"PETI telah menjadi ancaman serius terhadap lingkungan, terhadap tatanan sosial, dan terhadap masa depan ekonomi masyarakat Riau," kata Gubri Abdul Wahid.
"Tidak bisa lagi sporadis dan sementara. Kita butuh langkah yang sistematis, menyentuh akar persoalan dan memberikan solusi jangka panjang," ujarnya
Namun, ia juga menegaskan bahwa penegakan hukum saja tidak cukup. Pemerintah harus hadir dengan solusi ekonomi alternatif yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Ini menunjukkan komitmen untuk menyeimbangkan penindakan dengan solusi bagi warga.
"Masyarakat harus diberikan pilihan yang lebih baik, yang legal, yang ramah lingkungan, dan yang dapat meningkatkan kesejahteraan," ujar Abdul Wahid.
Menurut Gubernur, kolaborasi adalah kunci utama penanganan PETI. Penanganan tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja. "Harus bergerak bersama. Harus membangun pembangunan berkolaborasi," katanya.
Wahid juga menyinggung pentingnya menjaga citra budaya Riau di mata dunia. "Wisata budaya yang luar biasa seperti pacu jalur dan ekowisata—maka kita tidak boleh membiarkan PETI merusak citra daerah ini sebagai negeri yang menjunjung tinggi adat dan budaya Melayu," tutupnya.
(MCR)